Dalam agama islam,
pernikahan dinilai sebagai salah satu ibadah untuk mematuhi perintah Allah SWT
dan orang yang melaksanakan pernikahan telah dianggap telah memenuhi separuh
agamanya. Pernikahan memiliki beberapa tujuan terutama untuk meneruskan
keturunan dan menjaga keberadaan manusia di muka bumi dengan cara atau syariat
yang dihalalkan oleh agama islam. “…Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi
: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak bisa berlaku adil maka
kawinilah satu saja ”. (QS. An-Nisa’ : 3). “Dan kawinilah orang-orang yang
sendirian (janda) diantaramu, dan hamba sahaya laki-laki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan”. (Q.S. An-Nur : 32). (Drs. H.M. Rifai, 1978 : 454).
Hadits tentang penikahan adalah : “Kawinlah kamu, karena sesungguhnya dengan
kamu kawin, aku akan berlomba-lomba dengan umat-umat yang lain”. (Al-Baihaqi :
1229).
Terlepas dari pendapat para
Imam/Madzhab diatas yang berbeda pendapat didalam mendefinisikan dan
menafsirkan arti perkawianan. Berdasarkan Al-qur’an dan As-sunnah, islam sangat
menganjurkan kepada kaum muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan.
Namun demikian kalau dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan
perkawinan serta tujuan dari perkawinan, maka melaksanakan suatu perkawinan itu
dapat dikenakan hukum Wajib, Sunnah, Haram, makruh ataupun Mubah. (Sayyid Sabiq
6, 1996 : 22).
Perubahan dalam hukum
perkawainan Hukum Pernikahan. Pernikahan hukumnya Wajib bagi orang yang sudah
mampu untuk melangsungkan perkawinan, sebab nafsunya sudah mendesak dan takut
terjerumus dalam perzinaan wajiblah bagi dia untuk kawin, sedangkan untuk itu
tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali dengan jalan kawin. Kata Qurtuby:
Orang bujang yang sudah mampu kawin dan takut dirinya dan agamanya jadi rusak,
sedang tidak ada jalan untuk menyelamatkan diri kecuali dengan kawin, maka
tidak ada perselisihan pendapat tentang wajibnya dia kawin. Allah berfirman :
“Hendaklah orang-orang yang tidak mampu kawin menjaga dirinya sehingga nanti
Allah mencukupkan mereka dengan karunia-Nya,” (QS. An-Nuur : 33). “Dari
Abdullah bin Mas’ud. Ia berkata : telah bersabda Rasulullah saw, kepada kami :
hai golongan orang-orang muda! Siapa-siapa dari kamu mampu berkawin, hendaklah
dia berkawin, karena yang demikian lebih menundukkan pandangan mata dan lebih
memelihara kemaluan, dan barang siapa tidak mampu, maka hendaklah ia bersaum,
karena ia itu pengebiri bagimu”.(Ibnu Hajar Al-Asqalani, A Hassan, 2002 : 431).
Perkawinan hukumnya Sunnah.
Adapun bagi orang-orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu kawin, tetapi
masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina, maka sunnahlah ia kawin. Kawin
baginya lebih utama dari bertekun diri dalam ibadah, karena menjalankan hidup
sebagai pendeta sedikitpun tidak dibenarkan islam. Thabrani meriwayatkan dari
Sa’ad bin Abi Waqash bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah
menggantikan cara kependetaan dengan cara yang lurus lagi ramah (kawin) kepada
kita”. (Sayyid Sabiq 6, 1996 : 23).
Perkawinan hukumnya Haram.
Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah lahir dan batin kepada istrinya
serta nafsunyapun tidak mendesak, haramlah ia kawin. Qurthuby berkata : “Bila
seorang laki-laki sadar tidak mampu membelanjai istrinya atau membayar maharnya
atau memenuhi hak-hak istrinya, maka tidaklah boleh ia kawin, sebelum ia terus
terang menjelaskan keadaannya kepada istrinya atau sampai datang saatnya ia
mampu memenuhi hak-hak istrinya. Allah berfirman : “…Dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan dengan tanganmu sendiri…” (QS.
Al-Baqarah : 195). (Al-qur’an dan terjemahan, Departemen Agama RI, 2002 : 36).
Perkawinan hukumnya Makruh.
Makruh kawin bagi seorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi belanja
istrinya, walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak mempunyai
keinginan syahwat yang kuat. Juga makruh hukumnya jika karena lemah syahwat itu
ia berhenti dari melakukan sesuatu ibadah atau menuntut sesuatu ilmu.
Perkawinan hukumnya Mubah.
Bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera
kawin atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk kawin, maka hukumnya
mubah.
Inilah dasar hukum
perkawanin dalam islam, lebih dan kurang mohon maaf dan muda-mudahan bermanfaat
untuk pembaca.
Semoga sholawat dan salam
senantiasa tercurah atas nabi muhammad saw. keluarga dan para sahabatnya.
Komentar