Setelah putusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian uji materi Pasal
15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia terkait sertifikat jaminan fidusia yang memiliki kekuatan eksekutorial.
Dalam putusan bernomor 18/PUU-XVII/2019 yang dimohonkan Aprilliani Dewi dan
Suri Agung Prabowo di ruang sidang MK, Senin (6/1/2020).
Dalam putusan, MK memutuskan sertifikat jaminan fidusia tidak serta merta
(otomatis) memiliki kekuatan eksekutorial. Dalam hal ini di dalam putusan MK
tersebut sudah sangat jelas bahwa kekuatan eksekutorial hanya dapat dilakukan
jika sudah memiliki kekuatan hukum, diantaranya harus ada Putusan Pengadilan
mengenai telah terjadinya cidra janji dan atau jika pihak dari debitur
menyerakan sendiri tanpa ada paksaan.
Tindakan Leasing melalui Debt Collector/Mata lelang yang mengambil secara
paksa kendaraan dirumah, merupakan tindak pidana Pencurian dan apabila
dilakukan dijalan maka hal itu merupakan perbuatan yang melanggar hukum, tindak
pidana yakni Perampasan dapat dijerat pasal 365 KUHP tentang perampasan.
Inilah hal penting yang harus diketahui dan pelajari, bahwa tindakan
menunggak cicilan kendaraan (mobil/motor) adalah perkara hukum perdata, dan
kasus perdata diselesaikan melalui persidangan di Pengadilan Negeri (pengajuan
permohonan penetapan sita ke pengadilan), bukan di kantor polisi apalagi lewat
penagih utang atau Debt Collector.
Pengertian Pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam
pasal 362 KHUP yaitu: “Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau
sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda
paling banyak sembilan ratus rupiah”.
Pasal 365 KUHP
(1) Diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun pencurian yang
didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian
itu, atau bila tertangkap tangan, untuk memungkinkan diri sendiri atau peserta
lainnya untuk melarikan diri, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.
(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Perampasan sendiri diatur dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(“KUHP”) yang mengatakan: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan, untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain; atau supaya memberi hutang
maupun menghapuskan piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.”
Berdasarkan pasal tersebut, maka untuk dapat dikatakan seseorang dianggap melakukan perampasan, harus memenuhi beberapa unsur yaitu:
- Ada maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
- Maksud tersebut dilakukan dengan melawan hukum;
- Dengan memaksa seseorang baik dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu milik orang yang diancam atau milik orang lain, atau untuk memberikan hutang, atau untuk menghapuskan piutang.
Komentar