Memohon kepada Allah SWT untuk mewujudkan
keinginan kita salah satu caranya adalah dengan berdoa. Selain berdoa, kita
juga harus ikhtiyar (berusaha) untuk mewujudkan keinginan tersebut. Doa dan
usaha harus seimbang agar keinginan kita lekas terkabul. Jika hanya berdoa
tanpa usaha, itu akan sia-sia, dan jika hanya berusaha tanpa berdoa, itu
berarti sombong. Perlu diketahui, bahwa berdoa merupakan salah satu perintah
Allah SWT. kepada hamba-Nya.
Allah SWT berfirman:
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”
(QS. Al Mu’min: 60)
Sejatinya setiap doa yang kita panjatkan akan
dikabulkan oleh Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya yang telah disebutkan di
atas. Akan tetapi, Allah memiliki kebijakannya tersendiri dalam mengabulkan
setiap doa-doa hamba-Nya. Ada yang langsung dikabulkan, ada yang disimpan
untuknya di akhirat, atau diganti dengan dicegahnya dari musibah.
Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Tiada seorang
berdo’a kepada Allah dengan suatu do’a, kecuali dikabulkanNya, dan dia
memperoleh salah satu dari tiga hal, yaitu dipercepat terkabulnya baginya di
dunia, disimpan (ditabung) untuknya sampai di akhirat, atau diganti dengan
mencegahnya dari musibah (bencana) yang serupa.” (HR. Ath-Thabrani)
Hal tersebut bukan karena Allah SWT tidak
mampu mengabulkan doa yang kita panjatkan dengan sekitika. Melainkan Allah
memiliki rencana tersendiri. Selain itu, kita juga harus memperhatikan
adab-adab yang baik dalam berdoa.
Diantara doa yang langsung dapat dikabulkan
Allah SWT. diantaranya jika kita mengamalkan surat Al-Fatihah. Salah satu
bacaan surat yang mustajab dijadikan doa agar keinginan tercapai. Surat Al
Fatihah merupakan “Ummul Kitab” atau induk dari Al Qur’an. Surat Al Fatihah
juga merupakan surat yang wajib dibaca ketika shalat. Ayat ke 5 surat Al
Fatihah berbunyi:
“Iyyakana’budu wa iyyakansta’in.”
Artinya: “Hanya Engkaulah yang kami sembah,
dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.”
Inti dari ayat di atas adalah bahwa kita
mengakui hanya kepada Allah lah kita meminta pertolongan, dan mengharapkan
bantuan untuk dapat menyelesaikan apapun yang tidak sanggup dikerjakan sendiri.
Mengapa membaca surat Al Fatihah dapat
mengabulkan suatu permohonan juga ditegaskan dalam hadits.
Abu Sa’id Rafi’ bin Al Mu’alla radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku, “Maukah aku
ajarkan engkau surat yang paling mulia dalam Al Qur’an sebelum engkau keluar
masjid?”
Lalu beliau memegang tanganku, maka ketika
kami hendak keluar, aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau
mengatakan, “Aku akan mengajarkanmu surat yang paling agung dalam Al Qur’an?”
Beliau menjawab, “Alhamdulillahi rabbil
‘alamin (segala puji bagi Allah Rabb semesta alam) dan Al Qur’an Al ‘Azhim (Al
Qur’an yang mulia) yang telah diberikan kepadaku.” (HR. Bukhari no. 5006)
Nabi Muhammad Saw. bersabda: Allah berfirman
dalam hadist Qudsi: “Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua dan
untuk hamba-Ku apa yang ia minta.” Maka jika sang hamba membaca
(Alhamdulillahirabbil’alamin) Allah berkata: “Hamba-Ku menyukuri aku,” dan jika
membaca (Araahman arrahiim) Allah berkata: “Hamba-Ku memuji Aku,” dan jika
membaca (Maalikiyaumiddiin) Allah berkata: “Hamba-Ku pasrah kepada-Ku, dan jika
membaca (Iyyakana’budu wa iyyakanasta’iin), Allah berkata: “Ini antara Aku dan
hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta,” dan jika membaca
(Ihdinashiratolmustaqiim shiratoladzina an’amta ‘alaihim ghairil
maghdhubi’alaihim waladhoollin), Allah berkata: “Ini untuk hamba-Ku dan untuk
hamba-Ku apa yang ia pinta.” (HR. Muslim)
Kaitannya dengan Al Fatihah, makna Al Qur’an
seluruhnya kembali pada surat Al Fatihah. Oleh karenanya, itu alasan surat Al
Fatihah wajib dibaca pada setiap raka’at dalam shalat.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang shalat lalu tidak membaca
Ummul Qur’an (yaitu Al Fatihah), maka shalatnya kurang (tidak sah) -beliau
mengulanginya tiga kali-, maksudnya tidak sempurna.”
Maka dikatakan pada Abu Hurairah bahwa kami
shalat di belakang imam.
Abu Hurairah berkata, “Bacalah Al Fatihah
untuk diri kalian sendiri karena aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa salam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku membagi shalat (maksudnya: Al
Fatihah) menjadi dua bagian, yaitu antara diri-Ku dan hamba-Ku dua bagian dan
bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika hamba mengucapkan ’alhamdulillahi robbil
‘alamin (segala puji hanya milik Allah)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku
telah memuji-Ku. Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘ar rahmanir rahiim (Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah
menyanjung-Ku. Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘maaliki yaumiddiin (Yang
Menguasai hari pembalasan)’, Allah berfirman: Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku.
Beliau berkata sesekali: Hamba-Ku telah memberi kuasa penuh pada-Ku. Jika ia
mengucapkan ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (hanya kepada-Mu kami menyebah
dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)’, Allah berfirman: Ini antara-Ku
dan hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika ia mengucapkan ‘ihdiinash
shiroothol mustaqiim, shirootolladzina an’amta ‘alaihim, ghoiril magdhuubi
‘alaihim wa laaddhoollin’ (tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus, yaitu jalan
orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan
jalan orang yang sesat), Allah berfirman: Ini untuk hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa
yang ia minta.” (HR. Muslim no. 395).
Dari ‘Ubadah bin Ash Shamit, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada shalat bagi orang yang tidak
membaca Fatihatul Kitab (Al Fatihah).” (HR. Bukhari no. 756 dan Muslim no.
394).
Dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa ada
sekelompok sahabat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu berada
dalam safar (perjalanan jauh), lalu melewati suatu kampung Arab. Kala itu,
mereka meminta untuk dijamu, namun penduduk kampung tersebut enggan untuk
menjamu.
Penduduk kampung tersebut lantas berkata pada
para sahabat yang mampir, “Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyah
(melakukan pengobatan dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an, -pen) karena pembesar
kampung tersebut tersengat binatang atau terserang demam.”
Di antara para sahabat lantas berkata, “Iya
ada.”
Lalu ia pun mendatangi pembesar tersebut dan
ia meruqyahnya dengan membaca surat Al Fatihah.
Akhirnya, pembesar tersebut sembuh. Lalu yang
membacakan ruqyah tadi diberikan seekor kambing, namun ia enggan menerimanya
-dan disebutkan-, ia mau menerima sampai kisah tadi diceritakan pada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan menceritakan kisahnya tadi pada beliau.
Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidaklah
meruqyah kecuali dengan membaca surat Al Fatihah.” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam lantas tersenyum dan berkata, “Bagaimana engkau bisa tahu Al
Fatihah adalah ruqyah (artinya: bisa digunakan untuk meruqyah, -pen)?” Beliau
pun bersabda, “Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan untukku
sebagiannya bersama kalian.” (HR. Bukhari no. 5736 dan Muslim no. 2201).
Imam Nawawi membuat Bab mengenai hadits di
atas dalam Shahih Muslim tentang bolehnya mengambil upah dari ruqyah dengan Al
Qur’an atau dzikir.
Diriwayatkan dari Syeikh Muhyiddin Ibnul
Arabi didalam kitab ‘Qaddasallaahusirrahu’: “Siapa yang punya maksud maka
sebaiknya ia membaca surat Al-Fatihah sebanyak 40 kali sehabis shalat Maghrib
dan sunatnya, selesai itu ia ajukan permohonan hajatnya kepada Allah SWT.”
Dengan banyak membaca surat Al Fatihah
diharapkan doa kita akan cepat terkabul. Sebagaimana inti dari ayat ke 5 surat
tersebut.
Komentar