Proses Islamisasi di Indonesia telah
berlangsung selama berabad-abad dan terus berlanjut hingga saat ini. Islam
menjadi sebuah kekuatan yang berpengaruh melalui serangkaian gelombang dalam
berjalannya sejarah (yaitu perdagangan internasional, pendirian berbagai
kesultanan Islam yang berpengaruh, dan gerakan-gerakan sosial). Namun,
penerapan agama Islam di Indonesia pada saat ini memiliki karakter yang beragam
karena setiap wilayah memiliki sejarah tersendiri yang dipengaruhi oleh sebab-sebab
yang unik dan berbeda-beda. Mulai dari akhir abad ke-19 sampai saat ini,
Indonesia secara keseluruhan memiliki sejarah umum yang lebih seragam karena
para penjajah (dan dilanjutkan oleh para pemimpin nasionalis Indonesia)
menetapkan dasar-dasar nasional di wilayahnya yang berbeda-beda.
Indonesia adalah negara yang memiliki
populasi Muslim terbesar di seluruh dunia. Jumlah yang besar ini
mengimplikasikan bahwa sekitar 13% dari umat Muslim di seluruh dunia tinggal di
Indonesia dan juga mengimplikasikan bahwa mayoritas populasi penduduk di
Indonesia memeluk agama Islam. Kendati mayoritas penduduk beragama Islam,
negara ini bukanlah negara Islam yang berdasarkan pada hukum-hukum Islam.
Meskipun Indonesia adalah negara terbesar
islam di dunia, namun dalam kehidupannya di negara Indonesia ini masyarakat
yang beragama islam seolah-olah di sudutkan dan tersudutkan oleh pemeluknya
sendiri. Seperti yang sekarang lagi sangat pepuler, pernyataan dari menteri
agamanya sendiri.
Wacana larangan penggunaan niqab atau cadar
pertama kali mencuat ketika Menteri Agama, Fachrul Razi, berbicara di acara
Lokakarya Peningkatan Peran dan Fungsi Imam Tetap Masjid di Hotel Best Western,
Jakarta. Ia mengatakan, pelarangan itu demi "alasan keamanan"
menyusul insiden penyerangan yang menimpa mantan Menkopolhukam, Wiranto.
"Kita tidak melarang niqab, tapi melarang untuk masuk instansi pemerintah
demi alasan keamanan. Apalagi kejadian Pak Wiranto yang lalu," ujarnya.
Mantan Wakil Panglima TNI ini juga menilai
penggunaan cadar di Indonesia keliru lantaran menganggapnya sebagai indikator
keimanan dan ketakwaan. Ia mengatakan kebiasaan menggunakan cadar berasal dari
Arab Saudi bukan Indonesia. Sehari setelahnya, Fachrul Razi menyinggung
penggunaan celana di atas mata kaki atau dikenal dengan sebutan celana
cingkrang di kalangan pegawai negeri sipil. Baginya celana tersebut tidak
sesuai aturan berseragam di institusi pemerintah. Dia pun mempersilakan PNS
yang tidak mengikuti aturan itu agar keluar. "Masalah celana cingkrang
tidak dilarang dari aspek agama, tapi dari aturan pegawai bisa, misal
ditegur."
Kementerian Agama menyatakan akan mengatur
pemakaian cadar dan celana cingkrang bagi ASN di institusi pemerintahan dan
juga lembaga pendidikan untuk apa yang disebut "menangkal
radikalisme".
Pernyatan menteri agama bahwa bertujuan
menangkal radikalisme ini sangat menyakitkan apalagi mengatakan kebiasaan
menggunakan cadar berasal dari Arab Saudi bukan Indonesia dari sini secara tidak langsung sudah menyatakan
bahwa orang yang bercadar dan celana cingkerang adalah unsur radikal dan cadar
serta celana cingkerang bukan dari agama islam. Padahal cadar dan celana
cingkerang adalah hukum islam yang mutlak diyakini pemeluknya meskipun di lihat
dalam sudut pandang hukumnya berbeda, ada sebagian yang mengatakan hukumnya
wajib dan ada sebagian yang menyatakannya hukumnya sunat. Tetapi meskipun sudut
pandang status hukumnya berbeda cadar dan celana cingkerang mutlak adalah hukum
berpakaian islam.
Ini bukan soal membela keyakinan keagamaan
yang dianut oleh seseorang tetapi membela hak hak mereka sebagai warga Negara
dan pemerintah adalah pelindung bagi masyarakatnya untuk memeluk, menyakini dan
menjalankan ajaran agamanya. UUD 45 adalah hasil amandemen yang menjadi
pegangan bersama seluruh anak bangsa Indonesia sudah menegaskan jaminan
konstitusional, yaitu : hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak utuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak ditutunt
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi mausia yang tidak dapat di
kurangi dalam keadaan apapun ( Pasal 28 I, Ayat 1 ).
Hal ini juga sesuia dengan ratifikasi
beberapa Konvenan internasioanl meyangjut hak asasi manusia, seperti Deklarasi
HAM Universal 1948, konvenan internasional mengenai hak –hak sipil dan politik
(ICCPR) serta konvenan Internasioanl mengenai hak-hak ekonomi dan sosial
budaya. Tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak konsekuen mengikuti
kesepakan internasional.
Meskipun pernyatan baru wacana, tetapi ini
sudah menimbulkan bergam tanggapan apalagi wacana ini keluar dari pemeluk agama
itu sendiri, sebaiknya pemerintah
mengeluarkan penyataan dan atau yang lainnya, apalagi bersifat keyakinan
seseorang atau golongan untuk tidak mengandungn unsur yang akan berakibat
menyudutkan atau merugikan agama, karena agama bagi pemeluknya adalah keyakinan
yang tidak bisa tergantikan.
Komentar