Cadar adalah kain penutup
kepala atau muka (bagi perempuan). Niqab adalah istilah syar'i untuk cadar
yaitu sejenis kain yang digunakan untuk menutupi wajah. Niqab dikenakan oleh
sebagian kaum perempuan Muslimah sebagai kesatuan dengan jilbab (hijab).
Sebelum turun ayat yang
memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah
menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut
dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: “Hendaknya kalian
(wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian
ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al
Ahzab: 33).
Sedangkan, yang disebut
dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum
di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan
memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau
jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
Ketika turun ayat hijab,
para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam
seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka.
‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata: “(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat
ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.”
(QS. Al Ahzab An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka
berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759).
Menunjukkan bahwa sebelumnya
mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka
menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
“Hai Nabi katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59).
“Apabila kamu meminta
sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari balik
hijab.” (QS. Al Ahzab: 53).
Syaikh Sulaiman bin Shalih
Al Kharrasyi dalam kitab “Waqafat Ma’a Man Yara Jawaza Kasyfil
Wajhi”mengatakan: “Para ulama sepakat bahwa ayat ini menunjukkan adanya
kewajiban memakai hijab dan menutup wajah (wanita)”
Terlepas dari adanya
perbedaan pandangan ulama dan para ahli mengenai hukum memakai cadar. Dalam
ayah ini jelas menyiratkan bahwa terdapat sisi yang mensyariatkan penggunaan
cadar.
As Sa’di rahimahullah
menjelaskan: “Maksudnya, hendaknya antara engkau (lelaki) dan para istri Nabi
ada penghalang yang menghalangi pandangan. Karena tidak ada kebutuhan untuk
memandangnya. Maka dari sini, lelaki memandang wanita (yang bukan mahram)
hukumnya terlarang dalam keadaan apapun.”
“dan janganlah mereka
(wanita) menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya”
(QS. An Nur: 31).
Dalam Shahih Bukhari,
disebutkan hadits dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu’anha, beliau
mengatakan: pasca turunnya surat ini (An-Nur:31) "Para wanita shahabiyah
mengambil kain-kain mereka, kemudian mereka merobeknya dari ujung-ujungnya dan
ber-khimar dengannya.”
Berdasarkan hadist diatas
maka para Shabiyah mengartikan ayat diatas sebagai perintah untuk menutup tubuh
termasuk juga wajah.
“Dan perempuan-perempuan tua
yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi),
tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud)
menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana” (QS. An Nur: 60).
Said bin Jubair menjelaskan
makna ayat ini: “tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka]
maksudnya jilbab mereka yang ada di atas khimar. Maka tidak mengapa dilepas di
depan orang asing atau selainnya, jika mereka mengenakan khimar yang tebal.”
Cadar Menurut 4 Madzhab
Mazhab adalah penggolongan
suatu hukum atau aturan setingkat dibawah firkah, yang dimana firkah merupakan
istilah yang sering dipakai untuk mengganti kata "denominasi" pada
Islam. Kata "mazhab" berasal dari bahasa Arab, yang berarti jalan yang
dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkret maupun
abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut
menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang dinamakan
mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan
penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang
jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip
dan kaidah-kaidah.
Istilah mazhab bisa
dimasukkan ke dalam ruang lingkup dan disiplin ilmu apa pun, terkait segala
sesuatu yang didapati adanya perbedaan. Setidaknya ada tiga ruang lingkup yang
sering digunakan istilah mazhab di dalamnya, yaitu mazhab akidah atau teologi
(madzahib i'tiqadiyyah), mazhab politik (madzahib siyasiyah), dan mazhab fikih
atau mazhab yuridis atau mazhab hukum (madzahib fiqhiyyah).
Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi,
wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan)
dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
Asy Syaranbalali berkata:
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta
telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab
kami“ (Matan Nuurul Iidhah).
Al Allamah Ibnu Abidin
berkata: “Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan
dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah
dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al
Mukhtaar, 3/188-189).
Al Allamah Ibnu Najiim
berkata: “Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda
untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena
dikhawatirkan menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat
bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah
(dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan
sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
Az Zarqaani berkata: ”Aurat
wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan
telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak
tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun
wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan
pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita
untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad.
Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar
Khalil, 176).
Ibnul Arabi berkata: ”Wanita
itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh
menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti
persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia
adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579).
Al Qurthubi berkata: “Ibnu
Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu
cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah,
hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh
baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229).
Al Hathab berkata:
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah
dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil
oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih
tepat” (Mawahib Jaliil, 499).
Al Allamah Al Banaani,
menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas: “Pendapat tersebut juga dikatakan oleh
Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia berkata: ‘Inilah pendapat yang
masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul
Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa
hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat
ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah
merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala
Syarh Az Zarqaani, 176)
Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i,
aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh.
Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi.
Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
Asy Syarwani berkata:
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah
dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat
terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan
telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama
yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy
Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112).
Syaikh Sulaiman Al Jamal
berkata: “Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan
telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah
secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga
paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan”
(Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411).
Syaikh Muhammad bin Qaasim
Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata: “Seluruh badan wanita selain wajah
dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar
shalat, aurat wanita adalah seluruh badan” (Fathul Qaarib, 19).
Ibnu Qaasim Al Abadi
berkata: “Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan,
walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan,
bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung
menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115).
Taqiyuddin Al Hushni,
penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata: “Makruh hukumnya shalat dengan memakai
pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar)
ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan
lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga
menimbulkan kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” (Kifaayatul
Akhyaar, 181).
Madzhab Hambali
Imam Ahmad bin Hambal
berkata: “Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil
dalam Zaadul Masiir, 6/31).
Syaikh Abdullah bin Abdil
Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata: “Setiap bagian tubuh wanita
yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah
dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat
di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat,
termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di
hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140).
Ibnu Muflih berkata: “Imam
Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita)
menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam
ayat‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita
termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf
(semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku
lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al
Furu’, 601-602).
Syaikh Manshur bin Yunus bin
Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata: “Keduanya,
yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya
pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309).
Syaikh Muhammad bin Shalih
Al Utsaimin berkata: “Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib
hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun
‘Alad Darb).
Dilihat dari penjelasan
mengenai 4 madzhab diatas sudah dapat kita pastikan mengenai hukum cadar yaitu
wajib dan sunnah. mengenai permasalahan tentang cadar ini masi ada yang
mengatakan adalah budaya arab sudah sangat bertentangan dengan 4 madzhab ini.
Komentar