Keyakinan adalah kepercayaan atau kesadaran yang kuat tentang sesuatu, baik itu tentang diri sendiri, orang lain, atau situasi tertentu. Keyakinan dapat mempengaruhi perilaku, emosi, dan keputusan seseorang. Jenis-Jenis Keyakinan Keyakinan Diri: Keyakinan tentang kemampuan dan potensi diri sendiri. Keyakinan Sosial: Keyakinan tentang orang lain dan hubungan sosial. Keyakinan Religius: Keyakinan tentang agama dan kepercayaan. Keyakinan Filsafat: Keyakinan tentang prinsip-prinsip dasar kehidupan dan alam semesta. F ungsi Keyakinan Mengarahkan Perilaku: Keyakinan dapat mengarahkan perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu. Meningkatkan Motivasi: Keyakinan dapat meningkatkan motivasi seseorang untuk mencapai tujuan. Mengurangi Kecemasan: Keyakinan dapat mengurangi kecemasan dan ketidakpastian. Meningkatkan Kualitas Hidup: Keyakinan dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang dengan memberikan arah dan tujuan. Cara Membangun Keyakinan Mengembangkan Kemampuan: Mengembangkan kemamp...
Calon
Kepala Daerah dari Anggota DPR atau DPD.!!!
Wajib
Mengundurkan DIRI
Mengawali tulisan
mengutif sebuah kalimat “Semua orang bisa tahan
dengan kesengsaraan, tapi bila kau ingin mengetahui karakter seseorang, berilah
dia kekuasaan” menurut Abraham Lincoln.
Tahun 2019 selesai dengan
pesta demokrasi yang kita kenal Pemilu Legislatif dan Presiden dan Wakil
Presiden Tahun 2019. Tahun 2020 kita kembali akan melaksanakan Pemilihan Kepala
Daerah. Baik pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati,
dan walikota dan wakil walikota. Dimana figur-figur calon kepala daerah kini
sudah bermunculan, ada petahanan, ada akademisi, ada profesional, ada agamawan,
tidak tinggal juga dari kalanan legislatif yang mungkin belum berumur jagung
baru dilantik kemarin’’’.
Berkaca pada Pemilu 2018 di
Kota Bengkulu, pada saat pemilihan Walikota dan Wakil Walikta wajah-wajah dari
anggota legislatif mewarnai pesta demokrasi pemilihan kepala daerah. Pada tahun
2020 di Provinsi Bengkulu akan melakukan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubvernur
bersamaan dengan Pemilihan 8 (Delapan) Bupati dan Wakil Bupati di 8 (Delepan)
Kabupaten. Maka cukup menarik bagaimana kita melihat anggota DPRD yang maju
Pemilihan Kepala Daerah beserta beberapa hal penting terkait syarat keikutsertaan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sudah sama-sama kita ketahui bersama
sangat banyak elit kepala daerah berasal dari anggota legislatif.
Dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 disebutkan setiap warga negara Indonesia yang dapat menjadi calon
gubernur, calon bupati, dan calon walikota adalah yang memenuhi persyaratan berdasarkan
Undang-Undang diantaranya cukup memberitahukan pencalonannya sebagai gubernur,
bupati, dan walikota kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, kepada pimpinan Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota Dewan
Perwakilan Daerah, atau kepada pimpinan DPRD bagi anggota DPRD.
Pemberitahuan ini tertuang
pada Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Aturan ini,
kemudian diperkuat kembali melalui Pasal 7 huruf s Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2015 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Dalam kedua pasal tersebut disebutkan: "memberitahukan pencalonannya sebagai
Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota
kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah,
atau kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bagi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah".
Dalam perkembangnaya kedua
Pasal ini mengalami perubahan, setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No.
33/PUU-XIII/2015[1]
tanggal 6 Juli 2015 yang di ketuai Arif Hidayat, yang secara tegas bahwa calon
kepala daerah yang berasal dari anggota DPR, DPD, DPRD harus mengundurkan diri
sejak ditetapkan sebagai peserta pemilihan kepala daerah yang kemudian
diperkuat dengan putusan MK yang dibacakan tanggal 28 November 2017
menolak uji materi Pasal 7 Ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
atas perkara No. 45/PUU-XV/2017 yang diajukan Abdul Wahid,[2]
anggota DPRD Provinsi Riau periode 2014-2019. Sehingga regulasi pemilihan
kepala daerah tidak mengalami perubahan sebagaimana tertuang pada UU No. 10
Tahun 2016 Tentang Perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Maka menarik bagi penulis
mengutif sebuah paragraf dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.
33/PUU-XIII/2015, disebutkan: “Dikatakan
tidak proporsional (dan karenanya tidak adil) karena terhadap proses yang sama
dan untuk jabatan yang sama terdapat sekelompok warga negara yang hanya
dipersyaratkan memberitahukan kepada pimpinannya jika hendak mencalonkan diri
sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah, yaitu dalam hal ini warga
negara yang berstatus sebagai anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD.
Alasan pembentuk Undang-Undang bahwa jabatan DPR, DPD, dan DPRD adalah bersifat
kolektif kolegial, sehingga jika terdapat anggota DPR, DPD, atau DPRD
mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah tidak menggangu
pelaksanaan tugas dan fungsinya, tidaklah cukup untuk dijadikan alasan
pembedaan perlakuan tersebut. Sebab orang serta-merta dapat bertanya, bagaimana
jika yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah itu
adalah Pimpinan DPR, atau Pimpinan DPD, atau Pimpinan DPRD, atau bahkan
Pimpinan alat kelengkapan DPR, DPD atau DPRD? Bukankah hal itu akan menimbulkan
pengaruh terhadap tugas dan fungsinya? 157 Sebab, paling tidak, jika nantinya
yang bersangkutan terpilih, hal itu akan berakibat dilakukannya proses
pemilihan kembali untuk mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan oleh yang
bersangkutan. Dengan demikian, persoalannya bukanlah kolektif kolegial atau
bukan, tetapi menyangkut tanggung jawab dan amanah yang telah diberikan oleh
masyarakat kepada yang bersangkutan”.
Pada Pasal 7 Ayat (2) huruf s Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
disebutkan "menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta
Pemilihan".
Menjelang Pemilihan Kepala
Daerah tahun 2020 kembali menjadi perdebatan panas soal pengunduran diri
sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang maju kepala daerah. Bahkan menarik
apa yang disampaikan Asosiasi DPRD Provinsi
Seluruh Indonesia (ADPSI) yang digelar pada tanggl 24-28 Juni 2019 di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat
Provinsi NTT: “Satu dari Rekomendasi yang di hasilkan dari Musyawarah Nasional
Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ADPSI) yang digelar pada tanggl 24 –
28 Juni 2019 di Labuan Bajo Kabupaten
Manggarai Barat Provinsi NTT adalah meminta pemerintah melakukan revisi
terhadap undang-undang Pemilu maupun undang-undang Pilkada. Pasalnya salah satu syarat untuk maju dalam undang-undang
Pilkada menyebut bahwa jika Aggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota maupun
DPR RI jika hendak maju mencalonkan diri
dalam pesta Demokrasi Pemilihan Kepala Daerah harus mengundurkan diri. Hal ini
dianggap sangat merugikan para calon kepala daerah maupun wakil kepala
daerah yang berasal dari DPRD mengingat proses diperolehnya status dan jabatan ini sama-sama
dari rakyat. “Terkait persyaratan ini dimana anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan
DPRD Kabupaten/Kota jika maju dalam Pilkada harus mengundurkan diri, ini kami merasa hak politik kami dirugikan
sebab kami dengan kepala daerah sama-sama dipilih oleh rakyat. Kalaupun ada
pengecualian ya itu hanya presiden saja selain itu tak ada,” kata Boy Dawir
salah satu Anggota Komisi IV DPRD yang mengikuti acara Munas ADPSI di Labuan
Bajo sabtu.”.[3]
Proses Revisi Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016 masih bergulir di DPR, dengan segudang persoalan tidak
hanya persoalan karakter elit anggota DPR, DPRD, dan DPD yang memiliki
orientasi kekuasaan. Banyaknya nomenklatur yang kontradiktif baik berdasarkan
UU Pemilu 2019 dengan UU Pemilihan Kepala Daerah, juga berdasarkan evalusi paskan
Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Percepatnya proses revisi ini menjadi kebutuhan
mendasar dan mendesak bicara tahapan Pilkada 2020 yang sudah dimulai
berdasarkan PKPU 15 Tahun 2019[4] yang
sudah disyahkan KPU RI.
Mengingatkan kembali para
pengambil kebijakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat
final dan binding. Bagaimana suara
itu terdengar lantang dan keras, sangat humanis
dan terhormat dalam mengawal sengketa Pilpres kemaren. Maka dalam hal ini
semoga suara lantang dan karisma itu tetap ada. Dengan sifatnya yang demikian, tidak ada upaya
hukum lain yang dapat ditempuh untuk mengoreksi putusan MK. Tinggal bagaimana
anggota DPR dan Pemerintah (Presiden) menyikapi dan menindaklanjuti dari
putusan tersebut selaku pemegang kekuasaan hukum.
Walaupun faktanya banyak putusan MK tidak secara langsung mendapat
respons lanjutan oleh DPR untuk dilakukan amandemen atau penyesuaian dengan
hasil putusan MK. Seperti proyek mangkrak.!!! Dalam praktek atau
implementasinya, DPR tidak langsung menindak lanjuti putusan MK, sehingga
eksekusi putusan MK ternyata tidak mudah. Setidaknya dua faktor penting yang
akan mempengaruhi sikap DPR untuk melakukan legislative
review, yaitu pertama adalah berkaitan dengan substansi putusan MK yang
kontroversial. Kedua adalah berkaitan mekanisme dan sistem pengajuan RUU di DPR
yang terencana dan terpadu dalam instrumen program legislasi nasional. Semoga
semangat menjaga konstusi menjadi kewajiban bersama.!!! Termasuk DPR dengan
karakternya.
Penulis adalah Masyarakat Pinggiran Kota Bengkulu
Awang Konaevi, S.H
[1] https://mkri.id/public/content/persidangan/putusan/33_PUU-XIII_2015.pdf
diambil jam 10.27 Tanggal 24 Oktober 2019.
[2] https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=13920. Diambil Pukul 11.23 WIB tanggal 25 Oktober 2019.
[3] https://dpr-papua.go.id/anggota-dprd-tidak-harus-mengundurkan-diri-jika-ingin-maju-pilkada/ diambil Jam 11.45 WIB tanggal 24 Oktober 2019.
[4] Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota tahun
2020.
Komentar