Keyakinan adalah kepercayaan atau kesadaran yang kuat tentang sesuatu, baik itu tentang diri sendiri, orang lain, atau situasi tertentu. Keyakinan dapat mempengaruhi perilaku, emosi, dan keputusan seseorang. Jenis-Jenis Keyakinan Keyakinan Diri: Keyakinan tentang kemampuan dan potensi diri sendiri. Keyakinan Sosial: Keyakinan tentang orang lain dan hubungan sosial. Keyakinan Religius: Keyakinan tentang agama dan kepercayaan. Keyakinan Filsafat: Keyakinan tentang prinsip-prinsip dasar kehidupan dan alam semesta. F ungsi Keyakinan Mengarahkan Perilaku: Keyakinan dapat mengarahkan perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu. Meningkatkan Motivasi: Keyakinan dapat meningkatkan motivasi seseorang untuk mencapai tujuan. Mengurangi Kecemasan: Keyakinan dapat mengurangi kecemasan dan ketidakpastian. Meningkatkan Kualitas Hidup: Keyakinan dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang dengan memberikan arah dan tujuan. Cara Membangun Keyakinan Mengembangkan Kemampuan: Mengembangkan kemamp...
PILKADA
2020
Bawaslu Kabupaten/Kota
sebagai pengawas Pemilu
Dalam Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
Dan Walikota Menjadi Undang-Undang dan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
Tentang Pemilihan Umum.
Perubahan
atas sebuah aturan, tidak hanya akan berdampak pada pola laku subjek hukum.
Tetapi juga terkait kerja-kerja sistem hukum itu sendiri. Yang merupakan satu
kesatuan dalam sistem hukum, disamping adanya budaya masyarakat atau dikenal Cultur Hukum.
Sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur dari peraturan-peraturan hukum yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain berdasarkan atas kesatuan alam pikiran yang hidup dalam masyarakat. Sistem hukum yang akan coba kita bahsa kali ini terkait dengan sistem hukum terkait Pemilu Kepala Daerah yang akan diadakan serentak pada tahun 2020.
Beberapa waktu yang lalu Indonesia telah sukses melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan perwakilan Daerah yang kita kenal Pemilu 2019. Kita ketahui bersama tahun depan pada tahun 2020 Indonesia akan mengadakan Pemilihan Kepala Daerah serentak, berdasarkan PKPU 15 tahun 2019 tentang Tahapan, Program Dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota Dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 yang sudah dibuat oleh KPU RI pada tanggal 5 Agustus 2019, tahapan Pilkada tahun 2020 sudah dimulai pada bulan September 2019 dan puncaknya hari pemilihan akan dilaksanakan pada tanggal 23 September 2020.
Sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur dari peraturan-peraturan hukum yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain berdasarkan atas kesatuan alam pikiran yang hidup dalam masyarakat. Sistem hukum yang akan coba kita bahsa kali ini terkait dengan sistem hukum terkait Pemilu Kepala Daerah yang akan diadakan serentak pada tahun 2020.
Beberapa waktu yang lalu Indonesia telah sukses melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan perwakilan Daerah yang kita kenal Pemilu 2019. Kita ketahui bersama tahun depan pada tahun 2020 Indonesia akan mengadakan Pemilihan Kepala Daerah serentak, berdasarkan PKPU 15 tahun 2019 tentang Tahapan, Program Dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota Dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 yang sudah dibuat oleh KPU RI pada tanggal 5 Agustus 2019, tahapan Pilkada tahun 2020 sudah dimulai pada bulan September 2019 dan puncaknya hari pemilihan akan dilaksanakan pada tanggal 23 September 2020.
Berdasarkan
Undang-Undang baik Pemilu 2019 maupun Pilkada 2020. Penyelenggara Pemilu adalah
lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihai Umum
(KPU), Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan fungsi lenyelenggaraan Pemilu. Dalam Pemilu
kita kenal ada lembaga KPU yaitu lembaga Penyelenggara Pemilu yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri dalam melaksanakan pemilu, Bawaslu yaitu lembaga
penyelenggara pemilihan umum yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan
umum, dan DKPP sebagai lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik
Penyelenggara Pemilu hal baik disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum maupun dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan
Walikota Menjadi Undang-Undang.
Bawaslu,
berdasarkan Pasal 89 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 terdiri atas,
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu
Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS. Bawaslu Kota Bengkulu adalah
Bagian dari Bawaslu, yang memiliki tugas dan wewenang terkait pengawasan dan
penindakan pelanggaran pemilu. Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 disebutkan Bawaslu
baik Bawaslu RI hingga Pengawas TPS terkait tugas, wewenang, dan kewajiban
dijelaskan dalam Pasal 93 hingga Pasal 116. Hal yang manarik terkait tugas,
wewenang, dan kewajiban Bawaslu dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 terdapat dalam Pasal 22 B, Pasal 23 hingga
Pasal 36. Kalau dipahami secara hukum, diantara kedua Undang-Undang ini ada
beberapa poin yang pada substansinya berbeda dan akan berimplikasi bagi
kerja-kerja Bawaslu dalam pengawasan Pilkada Serentak pada tahun 2020, bahkan sudah tidak relevan dan cenderung kontradiktif. Baik
bagi Bawaslu umumnya secara kelembagaan, khususnya Bawaslu Kota Bengkulu
sebagai Pengawas pemilu ditingkat Kota Bengkulu.
Mengingatkan
pentingnya sebuah aturan dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Tidak hanya
dalam proses berdemokrasi hal ini sebagai amana konstitusi. Dasar pijakan bahwa negara Indonesia
adalah negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan
bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dimasukkannya ketentuan ini ke
dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta
menjadi amanat negara, bahwa negara Indonesia adalah dan harus merupakan negara
hukum.
Ada
beberapa aturan dalam Undang-Undang 10 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 yang sangat kontradiktif dan tidak relevan tentu akan berdampak pada
kirja-kerja penyelenggara pemilu itu sendiri, termasuk Bawaslu Kabupaten/Kota.
Tidak hanya secara kelembagaan, namun juga terkait tugas, wewenang, dan
kewajiban sebagai penyelenggara negara yang harus berdasarkan hukum.
Setidaknya
ada beberapa poin, yang dapat penulis sampaikan diantaranya:
Pertama,
Secara aturan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengatur tentang Pemilihan Umum
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan perwakilan Daerah,
Presiden dan Wakil presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Sedangkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2014 terkait Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota atau kita kenal
dengan Pilkada.
Secara
aturan memang kedudukan kedua Undang-Undang ini berbeda, namun secara langsung
berdampak pada kedudukan, fungsi, struktur, setiap lembaga yang terkait
penyelenggaraan Pemilu, khususnya dalam hal ini Bawaslu Kabupaten/Kota.
Mempengaruhi status keanggotaan, dasar kebijakan dalam mengambil keputusan, dan
juga konsekuensi hukum lainya terkait hak, kewajiban, dan saksi hukum lainnya.
Kedua,
secara penamaan dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2016 Pengawas Tingkat
Kabupaten/Kota masih bernama Panwas Kabupaten/Kota, belum menjadi Badan
Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) Kabupaten/Kota sebagaimana amanat dalam Undang-Undang
Nomor 7 tahun 2017. Ini akan berkonsekuensi pada status kelembagaan pengawas
pemilu itu sendiri. Tidak hanya perbedaan secara
definisi, kelembagaan pengawas pemilu dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
pengawas pemilu tingkat Kabupaten/Kota masih bersifat Ad-Hoc, padahal lembaga
Pengawas Pemilu pada tingkat Kabupaten/Kota sudah permanen dengan diubah
menjadi Badan Pengawas Pemilu sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017. Maka hal ini akan mengganjal Bawaslu Kabupaten/Kota khusnya Bawaslu Kota
Bengkulu dalam melaksanakan tugas,
wewenangnya, dan kewajiaban dalam Pilkada 2020.
Keempat, dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2016 disebutkan dalam Pasal 24 Panwaslu Kabupaten/Kota dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan persiapan penyelenggaraan dimulai dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan selesai. Di ayat 2 (dua) disebutlan Panwaslu Kabupaten/Kota dibentuk dan ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi. Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, telah menempatkan Bawaslu Kabupaten/Kota sebagai lembaga permanen dan terkait seleksi melibatka Tim seleksi berdasarkan keputusan Bawaslu, berdasarkan daftar nama yang ditetapkan oleh tim sleksi , daftar nama tersebut disampaikan ke Bawaslu dan Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota terpilih ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu.
Keempat, dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2016 disebutkan dalam Pasal 24 Panwaslu Kabupaten/Kota dibentuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan persiapan penyelenggaraan dimulai dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan selesai. Di ayat 2 (dua) disebutlan Panwaslu Kabupaten/Kota dibentuk dan ditetapkan oleh Bawaslu Provinsi. Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, telah menempatkan Bawaslu Kabupaten/Kota sebagai lembaga permanen dan terkait seleksi melibatka Tim seleksi berdasarkan keputusan Bawaslu, berdasarkan daftar nama yang ditetapkan oleh tim sleksi , daftar nama tersebut disampaikan ke Bawaslu dan Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota terpilih ditetapkan dengan Keputusan Bawaslu.
Kelima,
terkait Tugas dan Wewenang Bawaslu Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang No 10
Tahun 2016 hanya lebih pada pengawasan dan tidak memiliki terlalu ruang
penindakan, semua akan bermuara ke Bawaslu. Berbeda dengan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2017 menyebutkan secara tegas terkait tugas dalam melakukan pencegahan
dan penindakan di wilayah Kabupaten/Kota terhadap pelanggaran pemilu dan
sengketa proses pemilu. Bawaslu Kabupaten/Kota juga diberi ruang dalam memeriksa
dan mengkaji dugaan pelanggaran Pemilu, Menginvestigasi Informasi Awal, dan yang paling penting juga Bawaslu
Kabupaten/Kota diberi tugas memutus pelanggaran administrasi pemilu diwilayah
kabupaten/Kota dan melakukan proses ajudikasi sengketa proses pemilu.
Keenam,
Dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2016 dalam Pasal 23 disebutkan Bawaslu
Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota, dan Panwas Kecamatan masing-masing
beranggotakan 3 (tiga) orang. Sedangkan dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu dalam Pasal 92 Ayat (2) hurub c disebutkan Bawaslu Kabupaten/Kota
sebanyak 3 (tiga) atau 5 (lima) Orang.
Paska Pemilu 2019 kemaren, keanggotaan Bawaslu sudah berlaku secara nasional
baik yang beranggota 3 (tiga) orang maupun ada yang 5 (lima) orang.
Setidaknya
dari beberapa poin diatas, menunjukan adanya perbedaan nomenklatur diantara
kedua undang-undang diatas sebagai dasar hukum bagi penyelenggara pemilu dalam
melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajibanya. Mengingat tahapan Pilkada 2020
sudah memasuki diakhir tahun 2019, maka hal penting bagi DPR dan Pemerintah
juga untuk segera melakukan langka-langka taktis dan juga strategis dalam
menyikapi hal ini. Mengingat hal ini sangat berpengaruh pada perayaan Pilkada
2020, sistem hukum harus segera dibenahi agar tugas, wewenang, dan kewajiban
Bawaslu Kabupaten/Kota memiliki payung hukum yang jelas.
Tidak
hanya perlu political will yang sama dari para pihak terkait, baik DPR,
Pemrintah bersamaan kementerian terkait, KPU, Bawaslu dan semua termasuk Partai
Politik ikut mengawal dan memikirkan apa yang terbaik, agar Pilkada 2020 dapat
berjalan dengan baik. Tidak hanya secara formal, namun juga secara substansial.
Penulis adalah Masyarakat Pinggiran Kota Bengkulu.
Penulis adalah Masyarakat Pinggiran Kota Bengkulu.
Awang Konaevi S.H.
Komentar