Kepemimpinan adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam Islam. Hal ini bisa dilihat dari begitu banyaknya ayat dan hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam yang membahas tentang ini. Hal ini bisa dimengerti. Karena pemimpin merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan suatu masyarakat.
Hadits Nabi
berikut ini sebagai salah satu bukti begitu seriusnya Islam memandang
persoalan kepemimpinan ini. Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Jika ada tiga orang bepergian,
hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi
pemimpinnya.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah). Hadits ini secara jelas
memberikan gambaran betapa Islam sangat memandang penting persoalan memilih
pemimpin. Hadits ini memperlihatkan bagaimana dalam sebuah kelompok Muslim yang
sangat sedikit (kecil) pun, Nabi
memerintahkan seorang Muslim agar memilih dan mengangkat salah seorang
di antara mereka sebagai pemimpin.
Ada orang yang mengatakan bahwa memilih
pemimpin, misalnya bupati, gubernur atau presiden, hanya merupakan urusan
dunia, dan tidak ada sangkut-pautnya dengan agama. Memilih seorang pemimpin adalah bagian dari
urusan dunia sekaligus akhirat sebagaimana keutamaan menjadi pemimpin dalam
islam. Memilih pemimpin bagian dari urusan agama yang sangat penting. Islam
tidak mengenal dikotomi atau sekulerisasi yang memisahkan antara dunia dan akhirat, termasuk dalam memilih
pemimpin.
Salah satu bagian dari topik kepemimpinan
yang banyak dibahas dalam al-Quran adalah soal memilih non Muslim bagi kaum
Muslimin. Al-Quran telah memberikan begitu banyak tuntunan dan petunjuk bagi
kaum Muslimin agar tepat dalam memilih figur seorang pemimpin. Al-Quran dengan
sangat benderang saat menjelaskan larangan memilih pemimpin non Muslim ini.
Kesepakatan para ulama salaf dalam memahami
ayat-ayat tersebut juga menunjukkan bahwa ayat-ayat tentang larangan memilih
pemimpin non Muslim bagi kaum Muslimin telah menunjukkan derajat mutawattir
(disepakati), sehingga tidak muncul perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan
mereka. Jikapun ada beberapa pendapat yang berbeda yang membolehkan memilih
pemimpin non Muslim, itu umumnya difatwakan oleh generasi muta’akhirin saat
ini, bukan dari kalangan ulama salaf. Karena itu, pemahaman demikian biasanya
hanya dipandang sebagai pemahaman yang nyeleneh (syadz) di kalangan para ulama
ahli fiqh, bahkan batil.
Fakta-fakta ini sekali lagi, memperlihatkan
bahwa persoalan memilih pemimpin itu merupakan salah satu persoalan yang
dipandang sangat penting dalam pandangan Islam. Karena memilih pemimpin itu tidak hanya mencakup dimensi duniawi, lebih dari
itu juga memiliki dimensi akidah (ukhrowi). Karenanya, tidak selayaknya seorang
Muslim masih menggunakan dasar dan acuan lain selain yang telah jelas dan tegas
disebutkan dalam kitab sucinya al-Quran, jika mereka benar-benar mengaku orang
yang beriman.
Definisi Pemimpin
Jika dijabarkan lebih jauh, maka definisi
pemimpin di sini dapat juga bermakna seseorang yang memiliki kewengan yang
sangat besar dalam menentukan arah dan kebijakan strategis yang berdampak sangat
besar bagi kehidupan kaum Muslimin di suatu wilayah tertentu. Karena itu,
wilayah-wilayah yang dikuasai oleh mayoritas non Muslim tidak masuk dalam
pengertian/definisi ini. Selain itu, sifat kewilayahan ini juga bermakna bahwa
boleh memilih non Muslim dalam aspek-aspek yang tidak menguasai wilayah kaum
Muslimin atau tidak menguasai dan menyangkut urusan yang sangat besar dampaknya
dan strategis bagi ummat Islam.
Dalil-dalil al-Quran
Berikut
ini ayat- ayat al-Quran
yang menunjukkan dengan
jelas larangan memilih pemimpin non Muslim bagi wilayah yang
mayoritas penduduknya Muslim. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman yang artinya:
Pertama;
“Janganlah
orang-orang mukmin mengambil
orang-orang kafir menjadi
WALI (waly) pemimpin, teman setia, pelindung) dengan meninggalkan
orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.
Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya, dan hanya kepada Allah
kamu kembali.” (QS: Ali Imron [3]: 28)
Kedua;
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (pemimpin) dengan meninggalkan
orang-orang mukmin. Apakah kami ingin mengadakan alasan yang nyata bagi Allah
(untuk menyiksamu)?” (QS: An Nisa’ [4]:
144)
Ketiga;
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah
kamu mengambil orang-orang
yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara
orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir
(orang-orang musyrik) sebagai WALI (pemimpinmu). Dan
bertakwalah kepada Allah
jika kamu betul-betul orang-orang
yang beriman.” (QS: Al-Ma’aidah [5]: 57)
Keempat;
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu
jadikan bapak-bapak dan saudara- saudaramu
menjadi WALI (pemimpin/pelindung) jika
mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan
siapa di antara kamu yang menjadikan mereka WALI, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim.” (QS: At-Taubah [9]: 23)
Lima;
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman
pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan rasul-Nya, sekali pun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan
mereka dengan pertolongan yang datang daripada- nya. dan dimasukan-nya mereka
ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-nya. mereka
itulah golongan allah. ketahuilah, bahwa
sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS: Al Mujaadalah [58] : 22)
Enam;
“Kabarkanlah kepada orang-orang MUNAFIQ bahwa
mereka akan mendapat siksaan yang pedih. (Yaitu) orang-orang yang mengambil
orang-orang kafir menjadi WALI (pemimpin/teman penolong) dengan meninggalkan
orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu?
Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (QS: An-Nisa’ [4]: 138-139)
Masih ada beberapa ayat dalam al-Quran yang
menegaskan larangan memilih non Muslim (kafir) sebagai bagi kaum Muslimin yang
juga menggunakan pilihan kata WALI sebagaimana ayat di atas. Di antara
ayat-ayat tersebut adalah : QS. Al Maidah: 51, QS Al-Maidah: 80-81, QS
Al-Mumtahanah: 1 dsb.
Dari beberapa ayat di atas, Allah Subhanahu
Wata’ala menggunakan pilihan kata pemimpin dengan kata WALI. Padahal ada begitu
banyak padanan kata pemimpin dalam bahasa arab selain kata wali. Misalnya kata
Aamir, Raa’in, Haakim, Qowwam, Sayyid dsb. Mengapa Allah gunakan pilihan kata
pemimpin dalam tersebut dengan kata WALI? Jawabnya adalah karena secara bahasa,
kata Waliy (WALI) ini memiliki akar kata yang sama dengan kata wilaayatan
(wilayah/daerah). Karena itu, penggunakan kata waliy dalam berbagai ayat di
atas mengindikasikan bahwa definisi pemimpin yang dimaksud ayat-ayat di atas
adalah pemimpin yang bersifat kewilayahan. Dengan kata lain, non Muslim yang
dilarang umat Islam memilihnya menjadi pemimpin adalah pemimpin yang menguasai
suatu wilayah milik kaum Muslimin.
Penjelasan ini maka batasan pemimpin non
Muslim (kafir) yang seorang Muslim haram memilihnya adalah yang bersifat
memangku/menguasai wilayah kaum Muslimin. Semisal lurah, camat, bupati,
gubernur maupun presiden.
Larangan Memilih Pemimpin Kafir
Salah satu bagian dari topik kepemimpinan
yang banyak dibahas dalam al-Quran adalah soal memilih non Muslim bagi kaum
Muslimin. Al-Quran telah memberikan begitu banyak tuntunan dan petunjuk bagi
kaum Muslimin agar tepat dalam memilih figur seorang pemimpin. Al-Quran dengan
sangat benderang saat menjelaskan larangan memilih pemimpin non Muslim ini.
sebagaimana telah penulis sebutkan juga diatas. “Janganlah orang-orang
mukmin mengambil orang-orang
kafir menjadi WALI (waly) pemimpin, teman setia, pelindung)
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.
Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya, dan hanya kepada Allah
kamu kembali.” (QS: Ali Imron [3]: 28).
Sebagai agama yang sempurna, islam juga
memiliki tata cara bagaimana memilih pemimpin yang baik sebagimana cara memilih
pemimpin menurut islam .
Cara Memilih Pemimpin Dalam Islam.
Mukmin
Beriman kepada Allah (Mukmin) dan beragama
Islam (Muslim) yang baik. “Yakni seorang Muslim yang memiliki dua sifat,
seperti disebutkan dalam Alquran Surah Yusuf ayat 55, “hafizhun ‘alim.
Hafizhun” artinya adalah seorang yang pandai menjaga. Yakni, seorang yang punya integritas, kepribadian yang kuat,
amanah, jujur dan akhlaknya mulia, sehingga patut menjadi teladan bagi orang
lain atau rakyat yang dipimpinnya sebagai dasar kepemimpinan dalam islam.
Amanah
Seorang pemimpin yang amanah kan berusaha
sekuat tenaga untuk menyejahterakan rakyatnya, walaupun sumber daya alamnya
terbatas seperti pada ayat ayat alquran tentang amanah . Sebaliknya pemimpin
yang khianat sibuk memperkaya diri sendiri dan keluarga serta kolega-koleganya,
dan membiarkan rakyatnya tak berdaya. “Rasulullah SAW mengingatkan, sifat
amanah akan menarik keberkahan, sedangkan sifat khianat akan mendorong
kefakiran,” papar Didin yang juga pimpinan Pesantren Mahasiswa dan Sarjana Ulil
Albab, Bogor.
Alim
Artinya adalah seorang yang memiliki
kemampuan dan pengetahuan yang memadai untuk memimpin rakyatnya dan membawa
mereka hidup lebih sejahtera. Fakta
menunjukkan Indonesia pernah mempunyai seorang pemimpin Muslim yang amanah dan
berpengetahuan tinggi (hafizhun ‘alim), yakni Prof Dr BJ Habibie. “Beliau ahli
tahajud, ahli puasa Senin Kamis, gemar membaca Alquran, dan seorang ahli
pesawat yang keilmuannya diakui oleh dunia internasional. Selama menjadi
presiden RI, beliau terbukti sukses melaksanakan tugasnya.
Rajin Menegakkan Ibadah
Shalat adalah barometer akhlak manusia.
“Pemimpin yang baik dan layak dipilih adalah pemimpin yang menegakkan shalat.
Shalat melahirkan tanggung jawab. Kesadaran keimanan / tauhid / transendental
dibangun melalui shalat sebagimana doa pemimpin dalam islam.
Gemar Berzakat dan Sedekah
Zakat itu bukan membersihkan harta yang kotor, melainkan membersihkan harta kita
(harta yang bersih) dari hak orang lain. seorang pemimpin yang rajin berzakat
dan berinfak, tidak akan korupsi.”Sebab dia
yakin Allah sudah menjamin rezekinya, dan sesungguhnya rezeki yang halal lebih
banyak daripada rezeki yang haram. Kalau sudah yakin seperti itu, untuk apa
melakukan korupsi yang sangat dibenci Allah.
Suka Berjamaah / Bergaul dengan Masyarakat
Suka berjamaah, Artinya suka bergaul dengan
masyarakat, berusaha mengetahui keadaan rakyatnya dengan sebaik-baiknya, dan
mencarikan jalan keluar atas persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakatnya.
Sifat suka berjamaah atau memperhatikan masyarakat ini ditunjukkan dalam shalat
fardhu berjamaah. Rasulullah setiap selesai shalat fardhu berjamaah lalu duduk
menghadap kepada jamaah sebgai cara menguatkan iman dan taqwa. hal itu,
bertujuan untuk mengetahui kondisi jamaah, termasuk memperhatikan apakah jumlah
jamaah tersebut lengkap atau tidak. Kalau ada yang tidak hadir shalat
berjamaah, ditanya apa penyebabnya. Kalau ternyata orang tersebut sakit,
Rasulullah bersama para sahabatnya lalu menjenguk orang yang sakit tersebut.
Adil
Keadilan yang diserukan al-Qur’an pada dasarnya
mencakup keadilan di bidang ekonomi, sosial, dan terlebih lagi, dalam bidang
hukum. Seorang pemimpin yang adil, indikasinya adalah selalu menegakkan
supremasi hukum sebagaimana ayat alquran akan tanggung jawab ; memandang dan
memperlakukan semua manusia sama di depan hukum, tanpa pandang bulu. Hal inilah
yang telah diperintahkan al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah ketika
bertekad untuk menegakkan hukum (dalam konteks pencurian), walaupun pelakunya
adalah putri beliau sendiri, Fatimah, misalnya.
“Hai orang-orang yang beriman! Tegakkanlah
keadilan sebagai saksi karena Allah. Dan janganlah rasa benci mendorong kamu
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat dengan taqwa“.
(Q.s. Al-Maidah 5: 8).
Jujur
Dari Ma’qil ra. Berkata: saya akan
menceritakan kepada engkau hadist yang saya dengar dari Rasulullah saw. Dan
saya telah mendengar beliau bersabda: “seseorang yang telah ditugaskan Tuhan
untuk memerintah rakyat (pejabat), kalau ia tidak memimpin rakyat dengan jujur,
niscaya dia tidak akan memperoleh bau surga” (HR. Bukhari).
Pilih pemimpin yang Ahli/Amanah sebab jika
tak ahli kita semua akan hancur/binasa: Sebagaimana dalam hadist “Apabila
perkara (urusan) diserahkan kepada selain ahlinya, maka nantikanlah
kiamat/kehancuran“.[HR Bukhari]
Pemimpin yang Mau Mencegah Kemungkaran
Pilih pemimpin yang mau mencegah dan
memberantas kemungkaran seperti korupsi, nepotisme, manipulasi, dll sebagai
model kepemimpinan dalam perspektif islam : “Barang siapa melihat kemungkaran,
maka hendaknya ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka hendaknya
merubah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan yang
demikian itulah selemah-lemahnya iman“. (HR. Muslim)
Mampu Mempersatukan Ummat
Pilih pemimpin yang bisa mempersatukan ummat,
bukan yang fanatik terhadap kelompoknya sendiri sebagimana shalat doa dan
dzikir : Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyatakan dalam Al Qur’an
:“Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian, orang-orang Muslim, dari dahulu”
(QS. Al Hajj : 78)
Sederhana
Pilih pemimpin yang hidup sederhana. Tidak
menumpuk harta, tapi mensedekahkan sebagian besar hartanya untuk rakyatnya.
Karena pemboros itu menurut Allah adalah temannya Setan: “Berikanlah hartamu
kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang
yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara
boros“.
Demikianlah sedikit pengetahuan yang perna
penulis pelajari dan baca dalam memilih pemimpin, mudah-mudahan bermanfaat.
Komentar