Keyakinan adalah kepercayaan atau kesadaran yang kuat tentang sesuatu, baik itu tentang diri sendiri, orang lain, atau situasi tertentu. Keyakinan dapat mempengaruhi perilaku, emosi, dan keputusan seseorang. Jenis-Jenis Keyakinan Keyakinan Diri: Keyakinan tentang kemampuan dan potensi diri sendiri. Keyakinan Sosial: Keyakinan tentang orang lain dan hubungan sosial. Keyakinan Religius: Keyakinan tentang agama dan kepercayaan. Keyakinan Filsafat: Keyakinan tentang prinsip-prinsip dasar kehidupan dan alam semesta. F ungsi Keyakinan Mengarahkan Perilaku: Keyakinan dapat mengarahkan perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu. Meningkatkan Motivasi: Keyakinan dapat meningkatkan motivasi seseorang untuk mencapai tujuan. Mengurangi Kecemasan: Keyakinan dapat mengurangi kecemasan dan ketidakpastian. Meningkatkan Kualitas Hidup: Keyakinan dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang dengan memberikan arah dan tujuan. Cara Membangun Keyakinan Mengembangkan Kemampuan: Mengembangkan kemamp...
Sebagai umat islam kita dianjurkan untuk
menikah, karena pernikahan memiliki tujuan yang jelas dan bermanfaat untuk
membangun rumah tangga, pernikahan juga memiliki hikmah dan manfaat yang sangat
besar dalam kehidupan di dunia. namun dalam aturan perkawanin, didalam hukum
islam ada aturan yang melarang untuk melakukan perkawinan dikarenakan sebab-sebab
tertentu, diantaranya yaitu:
1. Larangan Perkawinan Karena Berlainan
Agama
Dasar hukumnya larangan perkawinan beda
agama terdapat dalam Al Quran yang berbunyi, Dan janganlah kamu nikahi
wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman, sesungguhnya wanita budak yang
mukmin lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu. (Al
Baqarah ayat 221).
Dalam ayat ini telah menyebutkan larangan
mengawini wanita musyrik, kalau kita lihat dan pikir secara logika. Larangan
ini memang sangat berakibat baik untuk suatu ikatan perkawinan, terjadinya
suatu pernikahan telah mengikat kedua pasangan tersebut dalam satu ikatan suci,
yang secara tidak langsung kedua belah pihak harus memiliki tujuan dan
cita-cita yang sama, jika perkawinan itu terjadi antara agama yang berbeda maka
dalam perjalanan perkawinan itu nanti akan banyak perbedaan yang tidak mungkin
dapat disatukan dan akan berakibat hancurnya hubungan tersebut.
Dalam kaitan ini baik ditinjau Asbabun
Nuzul dari surat Al Baqarah ayat 221. Ibnu Abi Murtsid Al Chanawi memohon izin
kepada Nabi Muhammad SAW, agar dia dapat diizinkan menikah dengan seorang
wanita musyrik yang cantik dan amat terpandang. Rasulullah belum dapat menjawab
walaupun telah 2x ditanya. Sesudah Rasulullah berdoa kepada Allah, maka
turunlah Al-Baqarah ayat 221. Yang melarang laki-iaki muslim menikahi wanita
musyrik dan sebaliknya melarang wanita muslim menikahi laki-laki musyrik.
(Rawahul Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan Al wahidi).
Bahwa menikahi wanita budak (hamba sahaya
atau pembantu) yang mukmin lebih baik daripada menikahi wanita nonmuslim
(musyrik) walaupun dia cantik dan menarik (lihat juga fatwa MUI DKI Jaya
tanggal 30 september 1986, tentang larangan perkawinan antar agama).
Mengenai larangan dalam perkawinan beda
agama, ada beberapa pendapat yang membolehkannya dengan syarat-syarat tertentu.
2. Larangan Perkawinan Karena Hubungan
Darah
Masih soal larangan perkawinan sedarah
menurut hukum Islam, Al Quran Surat An Nisa ayat 23 dengan tegas menyatakan
larangan perkawinan sedarah, yang artinya: “Diharamkan atas kamu (menikahi)
ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak perempuan dari
isterimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya); (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam
pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa
lampau. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
- Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
- Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
- Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri; Larangan perkawinan masih dalam rangka hubungan semenda, tetapi lebih bersifat khusus larangan perkawinan masih dalam rangka hubungan semenda, tetapi lebih bersifat khusus atau istimewa, karena ayat Quran mengenal larangan ini diwahyukan Tuhan khusus untuk melarang perkawinan yang demikian ini yaitu: “jangan kamu nikahi perempuan yang telah dinikahi oleh Bapak kamu, perbuatan itu adalah perbuatan jahat dan keji.” (Q.IV: 22) larangan itu tentulah bersifat haram apabila dilanggar dengan ketegasan kata-kata atau petunjuk Tuhan, bahwa perbuatan itu adalah perbuatan yang jahat dan keji. Boleh ditafsirkan dengan tambahan kata-kata jahat dan keji itu berarti sangat terkutuk sekati, sangat dibenci dan dimarahi illahi seorang laki-iaki menikahi wanita yang telah dinikahi oleh bapaknya (ibu tirinya). Menurut penulis larangan ini ditujukan bukan saja perempuan yang masih dalam hubungan perkawinan dengan bapaknya maupun yang telah dicerai baik cerai hidup maupun mati.
- Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan; Maksudnya ialah bahwa seseorang laki-laki dengan wanita yang tidak mempunyai hubungan darah, tetapi pemah menyusu (menetek) dengan ibu (wanita) yang sama dianggap mempunyai hubungan sesusuan, oleh karenanya timbul larangan menikah antara keduanya karena alasan sesusu (sesusuan).
- Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
- Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.
Dalam sudut Ilmu Kedokteran (kesehatan
keluarga), perkawinan antara keluarga yang berhubungan darah yang terlalu dekat
itu akan mengakibatkan keturunannya kelak kurang sehat dan sering cacat bahkan
kadang-kadang inteligensinya kurang cerdas, (lihatlah Dr. Ahmad ramali Jalan
Menuju Kesehatan Jilid I, halaman 221).
Di samping itu berdasarkan penyelidikan
dari sudut medis (ilmu kesehatan). Maka ternyata air susu ibu itu berproses
menjadi darah dan daging untuk membentuk fisik bayi apabila menyusui itu
minimal 5 (lima) kali sampai kenyang (lihat dr. Ahmadi ramali: jalan menuju
kesehatan).
3. Larangan perkawinan poliandri (seorang
wanita yang telah bersuami menikah lagi dengan laki-iaki lain).
“Dan perempuan-perempuan terhormat,
kecuali yang menjadi milik kalian, sebagai ketetapan Allah atas kalian. Dan
dihalalkan bagi kalian, selain dari semua itu, memperoleh isteri dengan harta
kalian, dengan maksud untuk kebersihan diri, bukan untuk pemuasan nafsu belaka.
Apa yang telah kalian nikmati dari mereka harus kalian bayar imbalannya secara
tunai. Tetapi boleh kalian membuat kesepakatan setelah pembayaran tunai itu.
Sesungguhnya Allah Mahatahu Mahabijaksana.” (Al-Nisa (4): 24)
Dari sudut wanita ketentuan itu adalah
berupa larangan melakukan poliandri (seorang wanita yang telah bersuami menikah
lagi dengan laki-iaki lain).
4. Larangan perkawinan terhadap wanita
yang li‟an
Menurut KHI yang disebutkan dalam pasal
126, li‟an terjadi karena suami menuduh isteri berbuat zina dan atau
mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari isterinya,
sedangkan isteri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut. Dalam pasal 44
ayat 1 Undangundang Nomer 1 Tahun 1974 tentang perkawinan juga menyatakan
seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya,
bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat
dari perzinaan tersebut.
5. Larangan perkawinan mut’ah.
Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara
atau nikah terputus. Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita
yang suda ada perjanjian awal dalam jangka waktu tertentu; satu hari, tiga hari,
sepekan, sebulan, atau lebih.
6. Larangan menikahi wanita pezina maupun
laki-laki pezina
Tujuan perkawinan sifatnya adalah suci. Ia
harus dicegah dari segala unsur penodaan, pengotoran karena itulah ia menjadi
lembaga keagamaan. Haramlah yang tidak melindungi, mengawal dan mengamankan
kesucian perkawinan.
Laki-iaki yang berzina tidak dapat
menikahi perempuan baik¬baik, dan begitupun sebaliknya. Ia hanya dapat menikahi
wanita pezina pula atau wanita musyrik. Dan perempuan pezina tidak dapat
dikawini laki-iaki baik¬baik. Dia hanya dapat menikahi dengan laki-iaki pezina
pula atau laki-iaki yang musyrik. Demikian ditetapkan oleh allah dan diharamkan
orang-orang mukmin melakukan di luar ketentuan allah tersebut.
7. Larangan suami menikahi perempuan
(bekas istrinya talak 3)
Laki-laki dilarang menikahi wanita yang
suda perna jadi istrinya dan ditalak tiga, kecuali perempuan bekas istri
tersebut telah dinikahi lebih dahulu oleh laki-iaki lain secara sah kemudian
tertalak lagi serta habis tenggang waktu iddah (menunggu).
Kemudian apabila si suami menalaknya
(sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga
dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian apabila suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan
bekas istri itu) untuk menikah kembali, apabila keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah.
8. Larangan kawin lagi bagi laki-laki yang
telah mempunyai istri 4 (empat) orang
Larangan menika lagi untuk laki-laki yang
suda beristri 4, larangan ini di kuatkan dengan pendapat-pendapat para ulama,
karena secara logika ditakutka tidak dapat berbuat adil kepada istri-istrinya.
Inilah dasar hukum larangan perkawanin
dalam islam, lebih dan kurang mohon maaf dan muda-mudahan bermanfaat untuk
pembaca.
Semoga sholawat dan salam senantiasa
tercurah atas nabi muhammad saw. keluarga dan para sahabatnya.
Komentar