Pacaran adalah proses perkenalan antara
laki-laki dan perempuan untuk melihat dan mencari kecocokan atau tidak, yang
bertujuan agar apabila merasa cocok kedua belah pihak untuk membangun rumah
tangga. Dari arti dan makna pacaran ini sebenarnya tidak memiliki kesalahan
dalam sudut pandang agama maupun adat, tetapi yang membuat pacaran ini hukumnya
haram dalam islam yaitu cara melakukan pacaran itu menyalahi aturan dan
bertentangan dalam hukum islam. kita tidak dapan menapik bahwa cara pacaran
dalam perakteknya sangat jauh bertentangan dengan hukum agama islam.
Dilihat dari penjelasan penulis diatas
berarti pacaran itu tidak menyalahi aturan agama islam, yang bertentangan dan
menyalahi itu terletak pada perakteknya, oleh sebab itu maka sebagai umat islam
kita wajib menjalankan hukumnya. disini penulis ingin berbagi agar kita tetap
bisa berpacaran namun tidak menyalahi aturan agama, jalan dan alternatifnya
yaitu kita berpacaran syar'i (ta'aruf).
Secara pengertian dalam kebahasaan, ta’aruf
diartikan sebagai perkenalan. Hal tersebut dianjurkan dalam agama Islam. Namun,
jika ta’aruf yang dimaksud adalah untuk mencari jodoh, belum ada hukum yang
mewajibkan ataupun melarang hal tersebut. Tetapi, jika dilihat dalam prakteknya
maka ta’aruf lebih dianjurkan dibandingkan dengan pacaran.“Hai manusia
sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari seorang pria dan seorang
wanita, lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian
saling mengenal (li-ta’arofu) …” (QS. al-Hujurat: 13).
Dilihat dari penjelasan diatas penulis ingin
berbagi mengenai cara berpacaran yang syar'ih, diantara lain caranya yaitu:
1. Ta’aruf (saling perkenalan).Dan umumnya
dilakukan sebelum khitbah. Sebelum terjadi akad nikah, kedua calon pasangan,
baik lelaki maupun wanita, statusnya adalah orang lain. Sama sekali tidak ada
hubungan kemahraman. “Jangan sampai kalian berdua-duaan dengan seorang wanita
(yang bukan mahramnya), karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad dan
dishahihkan Syu’aib al-Arnauth). cara melakukan ta'aruf, yaitu:
- Luruskan niat, bahwa kita melakukan ta’aruf betul-betul karena ada i’tikad baik, yaitu ingin menikah. Bukan karena untuk memberi harapan palsu kepada orang lain. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Kalian tidak akan beriman sampai kalian menyukai sikap baik untuk saudaranya, sebagaimana dia ingin disikapi baik yang sama. (HR. Bukhari & Muslim)
- Menggali data pribadi (bisa melalui tukar biodata). Masing-masing bisa saling menceritakan biografinya secara tertulis. Sehingga tidak harus melakukan pertemuan untuk saling cerita. Tulisan mewakili lisan. Meskipun tidak semuanya harus dibuka. Ada bagian yang perlu terus terang, terutama terkait data yang diperlukan untuk kelangsungan keluarga, dan ada yang tidak harus diketahui orang lain.
Setelah ta’aruf diterima. jika belum bertemu
karena hanya tukar biografi. maka bisa dilanjutkan dengan nadzar. Dari
al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu, beliau menceritakan, “Suatu ketika
aku berada di sisi Nabi shallallahu’alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah
seorang lelaki. Dia ingin menikahi wanita Anshar. Lantas Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau sudah
melihatnya?”... Jawabnya, “Belum”. Lalu beliau memerintahkan, “Lihatlah wanita
itu, agar cinta kalian lebih langgeng.” (HR. Turmudzi 1087, Ibnu Majah 1865 dan
dihasankan al-Albani)
Dibolehkan memberikan hadiah ketika proses
ta’aruf. Hadiah sebelum pernikahan, hanya boleh dimiliki oleh wanita, calon
istri dan bukan keluarganya. Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu
‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua mahar,
pemberian dan janji sebelum akad nikah
itu milik penganten wanita. Lain halnya dengan pemberian setelah akad nikah,
itu semua milik orang yang diberi” (HR. Abu Daud 2129). Jika berlanjut menikah,
maka hadiah menjadi hak pengantin wanita. Jika nikah dibatalkan, hadiah bisa
dikembalikan.
2. Salat istikharah.Setelah bertemu, keduanya
dianjurkan untuk shalat istikharah agar tidak ada keraguan. Berdoa saat salat
istikharah untuk mendapatkan petunjuk dari Allah. Jika setelah salat istikharah
keduanya mantap dan tidak ada keraguan, maka ta’aruf bisa dilanjutkan.
3. Khitbah (meminang atau lamaran, menawarkan
diri untuk menikah).Sebelum menikah, pihak laki-laki baiknya meminang pihak
perempuan terlebih dahulu, acara peminangan ini tidak perlu diadakan dengan
meriah. Acara peminangan ini juga bisa menjadi ajang untuk lebih mendekatkan
kedua keluarga. Sekaligus bersilaturahmi dengan saudara-saudara terdekat yang
diundang.
4. Akad atau pernikahanSetelah semua proses
dijalankan dengan baik, maka keduanya bisa menikah.Pacaran yang syar'ih ini
sangat baik dilakukan kerena membangun rumah tangga itu pokok dasar pondasi
antara kedua belah pihak wajib kuat, agar nanti jika di perjalanan biduk rumah
tangganya mendapat cobaan dan ujian maka mereka tetap kuat dan koko berdiri.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat
mengetuk hati nurani kita agar menjalankan ibadah dan memperdalam lagi
pengetahuan, aaminn..
Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah
atas nabi muhammad saw. keluarga dan para sahabatnya.
Komentar